Minggu, 24 Juni 2012

KEWARGANEGARAAN


PENDAHULUAN

Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.




Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.






Pengertian Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia  -  diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.










Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo :  “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”











Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.



Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia.

Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1.     Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.     Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.     Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

Memaknai Pancasila sebagai Dasar Negara


Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari setelahmerdeka ditetapkan sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh semuapihak karena Pancasila memang merupakan rumusan kompromi antara berbagaielemen yang berada di negeri ini.
 Namun demikian Perjalanan pancasila dalamsejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya Indonesia ke dalam demokrasiliberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan penetapan UUDS1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi partai
dengan sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945.
Sidang konstituante yang menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945maupun UUD 1950 sebagai UUD sementara yang harus diubah, maka persoaalandasar negara kemudian juga muncul kembali partai-partai Nasional dan komunismendukung dasar pancasila sementara Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islamlainnya mendukung Islam sebagai dasar negara.








Ini antara lain salah satu fasesejarah perjalanan Pancasila yang mesti dianut:

KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU yangsejak awal telah mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bisamengikuti Masyumi menghendaki dasar Islam.
 Ada beberapa alasan, pertamamusuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatirPancasila tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu
Bung Karno juga mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila
samapi

















Eka sila. Ini juga mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya,makanya NU kemudian memilih dasar Islam.
Ketika konstituante mengalami jalan buntu setelah dilakukan voting tentang
dasar negara yang kekuatannya berimbang, pihak NU mulai realistis, karena itumencoba melalui pendekatan dengan Bung Karno, kalau Kembali Ke UUD  
dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara hendaklah Piagam Jakartatetap dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan tetap menjiwai UUD1945.
 Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu NU kemudian bersedia menjadipendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila sebagai dasar negara.
Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan oleh KHAchmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante berlangsung, tetapiusulan itu tidak memperoleh tanggapan serius.
Usulan NU yang disampaikanoleh KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk penempatan PiagamJakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara tanpamengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai persoalan pelikhubungan agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai agama saat itu.





Jalan keluar yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat cerdik,akhirnya partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam bersedia
menerima Pancasila dan UUD 1945.
Ketika hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah munculnyaberbagai peristiwa komando jhad dan gerakan teror lainnya di Indonesia yangterisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang memilikiaspirasi negara Islam muncul kembali.
Gerakan Islam radikal juga amulaimarak hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama NU diSitubondo tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas organisasinya















Dengan beberapa alasan antara lain :
Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia
bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat
dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
Kedua, Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
Selanjutnya dikatakan bahwa NU berkewajiban mengamankan pengertian
Pancasila secara murni dan konsekwen.
Kata mengamankan pengertian pancasila menjadi komitmen NU hal itu tidaklain karena selama ini Pancasila cenderung disalahartikan, s elama ini misalnyaorde baru menggunakan Pancasila untuk menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk menyingkirkan seseorang, padahal Pancasila merupakanwadah kompromi bagi aneka macam bangsa Indonesia.
Belum lagi kalau selamaini kita mengaku Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan berbangsa danbernegara, tetapi dalam kenyatannya kita telah banyak mengingkari ketetapanitu.
Karena itu pengertian arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan, perludiluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah sistem politik kita, demokrasi kitasistem ekonomi kita dan sistem relasi sosial kita masih berpijak pada aPancasilaini perlu kita periksa satu persatu, kalau kita masih mengakui Pancasila sebagai
dasar negara.



Pancasila sebagai dasar Sistem Politik


Terus terang bahwa selama Mass reformasi ini disamping status UUD 1945 yangtidak menentu karena terus dimodulir dan diamendir sesuai dengankepentingan elite pemilik kuasa da pemilik Modal.
Terlebih lagi Pancasila tisaklagi pernah disebut, apalagi diamalkan atau dijadikan rujukan dalam perumusan berbagai kebijakan.
 Semua kebijakan dirumuskan oleh akademisi yang mengambil sumber dari budaya luar, bahkan banyak keputusan politikyang tidak dirumuskan berdasarkan kebutuhan sendiri, tetapi berdasarkan aspirasi para konsultan yang kebetulan juga asing yang tentu tidak mengerti budaya dan aspirasi masyarakat di sini.
Dengan cara padang seperti itu maka Pancasila tidak lagi menjadi dasarberpolitik dan bernegara kita lihat dalam pelaksanaan demokrasi kita. Melihatpenyimpangan itu maka Tanpa harus mengurangi kualitas demokrasi, dengantegas NU mengusulkan agar pemilihan kepala daerah langsung itu dihapuskan,karena hal itu tidak hanya mengakibatkan politik berbiaya tinggi, tetapi jugamemancing terjadinya disitegrasi sosial.
 Lebih penting lagi langkah itu jelasmelanggar dasar negara sebagaimana termaktub dalam Pancasila.Pancasila dalam pasal tiga menyebutkan bahwa sistem demokrasi kita bukandemokrasi langsung melainkan demokrasi perwakilan, sebagaimana dikatakan

“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad dalam kebijakan permusyawaratan danperwakilan”.

 Dalam demokrasi Pancasila ini pimpinan eksekutif sejak mulaipresiden hingga bupati dipilah oleh para wakil rakyat, yang sudah dipilih secara demokratis oleh rakyat.Dalam politik kebangsaan dan kenegaraan NU akan selalu iut terlibat, karena ini bukan soal perebutan kekuasaan, melainkan untuk menyelamatkan bangsa
dan negara, inilah yang disebut dengan politik kebanagsaan.
            Apalagi ketikapartai politik yang ada cenderung hanya untuk mengejar kekuasaan, tanpa memedulikan keutuhan bangsa dan keselamatan negara, apalagi soal harkat bangsa dan kebesaran bangsa. Maka NU lah yang mesti bertanggung jawabmengambil sikap politik kebangsaan ini.













Tidak mungkin bisa menciptakan kesejahteraansosial di tengah sistem politikke negaraan yang kapitalistik ini, sebab sistem ini bersifat liberal yang lebihmengutamakan persaingan ketimbang kerjasama.
Rasa persaudaraan dankekeluargaan disirnakan dari sistem ini, sementara sistem itulah yang akanmampu membawa kesejahteraan sosial secara merata.
 Karena itu sistem politikketatanegaraan yang telah melanggar asas negara sendiri ini harus diluruskandikembalikan pada khittahnya yaitu pancasila dan UUD 1945, karena hanyasistem ini yang mampu menciptakan kesejahteraan sosial dan menjaga keluhuran bangsa.

Sejauh pelanggaran terhadap dasar negara ini maka tidak mungkin negeri ini utuh, aman dan maju. Kita busa melihat kenyataan sejarah ketika UUD 1945 diubah secara misterius dengan diterapkannya demokrasi liberal setelah keluarnya Maklumat X. Negeri ini terjebak dalam pertikaian antar kelompok dan golongan serta ideologi. Lalu ada usaha mengembalikan lagi ke UUD 1945, tetapi sekarang dikembalikan lagi pada sistem liberal seperti tahun 1950-an.







Hal itu menyebabkan krisis terus berlangsung tanpa penyelesaian, konflik antar kelompok diperparah dengan korupsi yang tak pernah teratasi. Bahkan Isu korupsi sebagai cara untuk menyingkirkan lawannya. Semantara korupsi terus dipertahankan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Tugas besar menyelamatkan bangsa dari pertikaian dan menyelamatkan Negara dari perpecahan serta menyelamatkan asset negara agar tidak terus dikorup para aparatnya, maka NU menghendaki adanya perubahan sistem politik ketatanegaraan yang ada.
















 Sistem politik harus dikembalikan pada asas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, semua peraturan dann Undangundang yang bertentangan dengan dua landasan itu harus digugurkan demi
untuk menjaga keamanan negara dan martabat bangsa.
 Dengan alasan social dan bangsa itulah NU mengambil sikap politik yang tegas, yang tidak mungkin diambil oleh partai atau ormas yang lain.
Pasal-pasal yang bersifat kerakyatan dan kebangsaan banyak berusaha dimodulir dan diamendir sehingga yang tersisa berhasil dipertahankan hanya pasal 33. Itu pun kalau kita lengah juga akan dihapus karena pasal yang melindungi kepentingan bangsa dan rakyat itu dianggap mengganggu perputaran kapital. Kewajiban kita untuk menyelematkan rakyat dan Negara melalui penetapan pasal-pasal dalam seluruh batang tubuh UUD 1945 serta Pancasila sebagai dasarnya.

 

 

 

 

 





RUMUSAN – RUMUSAN PANCASILA
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1.     Peri Kebangsaan
2.     Peri Kemanusiaan
3.     Peri ke-Tuhanan
4.     Peri Kerakyatan
5.     Kesejahteraan Rakyat






Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu :
1.     Ketuhanan Yang Maha Esa
2.     Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.     Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia









Melaksanakan Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional
Baik disadari atau tidak, dan baik diakui atau tidak, bersamaan dengan demikian banyak perbaikan yang dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional sejak tahun 1998, juga muncul berbagai kemunduran dalam berbagai bidang, yang dapat menyebabkan kita bertanya-tanya kepada diri kita sendiri, hendak kemanakah Republik ini hendak dibawa? Beberapa contoh kemajuan dan kemunduran dapat disebutkan sebagai berikut. Mari kita mulai dengan kemajuan bahkan kemajuan besar yang telah dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional. Seperti juga halnya Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan Reformasi Nasional telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru, terutama dalam penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik. Secara umum Republik Indonesia pasca 1998 terkesan memang lebih terbuka dan lebih demokratis. Hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan telah terwujud hampir secara penuh. Pers dan media massa Indonesia termasuk pers dan media massa yang paling bebas di Asia Tenggara. Partai politik boleh didirikan kapan saja dan seberapa pun banyaknya. Pemberontakan bersenjata di daerah Aceh telah diakhiri dan suatu pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat Aceh terbentuk, walaupun dengan bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden Finlandia. Rangkaian pemilihan umum telah berlangsung secara langsung, umum, bersih, jujur, dan adil seperti sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah dikembalikan pada missi dan fungsi pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada lagi fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga legislatif. Namun, di luar atau di samping kemajuan besar dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak sipil dan politik tersebut juga terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan terutama dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta budaya rakyat Indonesia.
Secara umum, Indonesia terasa masih belum mampu keluar dari suasana krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997, satu dasawarsa yang lalu. Jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan masih tetap tinggi. Fasilitas pendidikan serta pelayanan kesehatan yang pernah demikian baik dan murah dilakukan melalui rangkaian sekolah-sekolah SD inpres dan puskesmas terkesan amat merosot. Lumayan banyak pengusaha asing yang sudah menanam modalnya di Indonesia kemudian memindahkan lokasi investasinya ke negara-negara tetangga yang dipandang kondisinya lebih kondusif. Korupsi, yang bersama dengan kolusi dan nepotisme dipandang merupakan salah satu dosa yang diwariskan Orde Baru, bukannya berkurang, tapi malah meningkat, terutama di tingkat daerah. Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota, dan para anggota dewan perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi hukuman, yang hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak  dengan dalih  sakit juga mampu tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak bersalah, yang kadang kala bahkan dengan penuh senyum.
Dalam kehidupan politik, terlihat kesan kuat bahwa telah timbul apa yang pernah disebut dan dikhawatirkan oleh Dr Mohammad Hatta sebagai suatu ultra demokrasi. Walaupun lembaga legislatif serta lembaga eksekutif telah dipilih secara demokratis, namun demonstrasi ke jalan-jalan bukan saja tidak berhenti, tetapi sudah menjadi suatu hal yang terjadi secara rutin. Tiada hari tanpa demonstrasi. Partai-partai politik yang seyogyanya berfungsi sebagai lembaga demokrasi yang mengagregasi serta mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat serta sebagai wahana untuk seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik dengan dirinya sendiri dan telah mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat. Pemekaran daerah-daerah otonom yang berlanjut secara terus-menerus serta penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang luas ke daerah tingkat dua terkesan hanya menimbulkan pembengkakan lembaga, penambahan jumlah pejabat serta dukungan fasilitasnya, serta peningkatan anggaran pengeluaran tanpa makna yang signifikan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Di antara para pejabat negara yang baru ini tidak terhitung banyaknya yang berusaha menduduki jabatannya dengan cara memalsu ijazah dan membeli suara dengan satu dan lain cara.Kekuatan TNI terutama di laut dan di udara sedemikian lemahnya, sehingga bukan saja dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy yang pernah terbang tanpa izin melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia, tetapi juga oleh kapalkapalperang kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat yang dipersengketakan. Selain itu, jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi maraknya illegal logging dan illegal fishing yang terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemberian izin hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha yang bagaikan tanpa batas nota juga tanpa pengawasan yang efektif bukan saja secara praktis telah mencaplok demikian luas hak l masyarakat adat tanpa ganti rugi satu senpun, tetapi juga telah mengakibatkan penggundulan hutan, yang berakibat terjadinya bencana alam secara beruntun berupa banjir dan tanah longsor. Dalam menangani rangkaian bencana alam ini, dengan tetap menghargai kerja keras pemerintah selama ini, namun sukar dihindari kesan bahwa penanggulangannya lebih banyak dilakukan secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya DPR RI mengesahkan suatu Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur masalah ini secara lebih komprehensif. Sekedar untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja tahunan, tanpa berpikir panjang Pemerintah telah menjual kepada pihak asing badan-badan usaha milik negara yang sangat menguntungkan, seperti Indosat dan PT Semen Gresik, Kemunduran yang terasa paling mendasar selama era Reformasi Nasional adalah merosotnya peran Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam arti bahwa secara substantif hampir tidak ada kaitan lagi antara sistem nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan norma-norma hukum nasional serta kebijakan pemerintahan yang seyogyanya menindaklanjutinya. Sudah barang tentu, frasa Pancasila secara formal hampir selalu disebut sebagai rujukan dalam dokumen-dokumen negara. Namun terlihat jelas bahwa Pancasila yang secara formal dijadikan rujukan tersebut sekarang terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna, tanpa substansi, dan praktis tanpa manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila telah diredusir dari posisi semula sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai suatu kontrak politik di antara para Pendiri Negara menjadi sekedar semacam mantra sekuler dalam ritual kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam posisi yang telah diredusir ini, hampir keseluruhan kebijakan nasional baik yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam demikian banyak keputusan pemerintahan yang diambil sejak tahun 1998 terasa demikian dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis berjangka pendek, tanpa idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan tidak jarang juga tanpa moral. Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila sebagai Dasar Negara ini secara historis dan secara yuridis konstitusional dapat dipandang sebagai ancaman paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan alasan pembentukan (raison) dan landasan legitimasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ringkasnya, tanpa Pancasila tidak akan ada Republik Indonesia.
Namun, juga harus diakui bahwa tidaklah mudah menjabarkan serta menindaklanjuti Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang menyebabkan kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini elaborasi tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu yaitu ke tataran filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan sukar dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu. Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut secara fungsional ke arah  yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang sederhana ke arah pengembangan suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara, dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra sekuler dalam ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti ke dalam kebijaka nasional oleh dan dalam sistem nasional Indonesia



KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas Pancasila adalah suatu landasan yang terdiri dari lima sila (pancasila) ,yang mengundung nilai-nilai luhur kebudayaan yang tertanam dalam darah daging perjuangan kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan pendapat Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, dasar, atau  Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Pancasila sekaligus di asuh sebagai landasan Negara dengan kandungan nilai-nilai kesutuan dan kebunekaragamanya.
Maka pancasila merupakan suatu gagasan pegangan yang menjadi patokan dalam menjalankan amanah dan fungsi keNegaraan, keBangsaan, keMasyarakat.

Sumber : Abdul Mun’im (Direktur NU Online, Wakil Sekjen PBNU)….