PENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik
Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam
sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai
dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung
dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam
kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar
filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh
arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam
gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar
negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa
suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa
mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas
gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila
yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan
melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4
dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol
di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang
diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui
P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan
oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan
tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua
mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan
obyektif.
Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
Pengertian Pancasila sebagai dasar
negara Republik Indonesia
- diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik
Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang
pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag)
Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa
menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble)
dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan
sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent
choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan
tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan
dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat
pendapat Prof.Dr. Supomo : “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia
yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka
Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik
… Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam
masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat,
melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri
dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara
Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela
dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi
Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak
sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan
lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan
sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila
secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh
terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan
dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat
kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua
talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi
Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila
(dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama
lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila
dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia.
Oleh karena itu, Pancasila pun harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat
dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar
negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila
dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam
Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”
sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain
haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka
mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa,
Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari
Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1.
Ketuhanan
yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Persatuan
Indonesia,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab,
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang
ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
Memaknai Pancasila sebagai Dasar
Negara
Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari
setelahmerdeka ditetapkan sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh
semuapihak karena Pancasila memang merupakan rumusan kompromi antara berbagaielemen
yang berada di negeri ini.
Namun demikian Perjalanan
pancasila dalamsejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya Indonesia ke dalam
demokrasiliberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan penetapan
UUDS1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi
partai
dengan
sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945.
Sidang konstituante yang menempatkan semua UUD yang ada baik UUD
1945maupun UUD 1950 sebagai UUD sementara yang harus diubah, maka persoaalandasar
negara kemudian juga muncul kembali partai-partai Nasional dan komunismendukung
dasar pancasila sementara Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islamlainnya
mendukung Islam sebagai dasar negara.
Ini antara lain salah satu fasesejarah perjalanan Pancasila yang
mesti dianut:
KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU
yangsejak awal telah mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bisamengikuti
Masyumi menghendaki dasar Islam.
Ada beberapa alasan,
pertamamusuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatirPancasila
tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu
Bung
Karno juga mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila
samapi
Eka sila. Ini juga mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang
seutuhnya,makanya NU kemudian memilih dasar Islam.
Ketika
konstituante mengalami jalan buntu setelah dilakukan voting tentang
dasar
negara yang kekuatannya berimbang, pihak NU mulai realistis, karena itumencoba
melalui pendekatan dengan Bung Karno, kalau Kembali Ke UUD
dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara hendaklah Piagam Jakartatetap
dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan tetap menjiwai UUD1945.
Tuntutan NU itu dipenuhi
karena itu NU kemudian bersedia menjadipendorong kembali Ke UUD 1945 dan
Penempatan pancasila sebagai dasar negara.
Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan
oleh KHAchmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante berlangsung,
tetapiusulan itu tidak memperoleh tanggapan serius.
Usulan
NU yang disampaikanoleh KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk
penempatan PiagamJakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar
negara tanpamengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai persoalan
pelikhubungan agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai agama saat itu.
Jalan keluar yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat
cerdik,akhirnya partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam
bersedia
menerima
Pancasila dan UUD 1945.
Ketika hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah
munculnyaberbagai peristiwa komando jhad dan gerakan teror lainnya di Indonesia
yangterisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang memilikiaspirasi
negara Islam muncul kembali.
Gerakan Islam radikal juga amulaimarak hingga awal tahun 1980.
Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama NU diSitubondo tahun 1982 NU menetapkan
Pancasila sebagai Asas organisasinya
Dengan beberapa alasan antara lain :
Pertama,
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia
bukanlah
agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat
dipergunakan
untuk menggantikan kedudukan agama.
Kedua,
Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam
Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
Selanjutnya
dikatakan bahwa NU berkewajiban mengamankan pengertian
Pancasila
secara murni dan konsekwen.
Kata mengamankan pengertian pancasila menjadi komitmen NU hal itu
tidaklain karena selama ini Pancasila cenderung disalahartikan, s elama ini
misalnyaorde baru menggunakan Pancasila untuk menstigma kelompok lain sehingga dijadikan
alasan untuk menyingkirkan seseorang, padahal Pancasila merupakanwadah kompromi
bagi aneka macam bangsa Indonesia.
Belum lagi kalau selamaini kita mengaku Pancasila sebagai dasar
bagi kehidupan berbangsa danbernegara, tetapi dalam kenyatannya kita telah
banyak mengingkari ketetapanitu.
Karena itu pengertian arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan,
perludiluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah sistem politik kita, demokrasi
kitasistem ekonomi kita dan sistem relasi sosial kita masih berpijak pada
aPancasilaini perlu kita periksa satu persatu, kalau kita masih mengakui
Pancasila sebagai
dasar
negara.
Pancasila sebagai dasar Sistem
Politik
Terus terang bahwa selama Mass reformasi ini disamping status UUD
1945 yangtidak menentu karena terus dimodulir dan diamendir sesuai dengankepentingan
elite pemilik kuasa da pemilik Modal.
Terlebih lagi Pancasila tisaklagi pernah disebut, apalagi
diamalkan atau dijadikan rujukan dalam perumusan berbagai kebijakan.
Semua kebijakan dirumuskan
oleh akademisi yang mengambil sumber dari budaya luar, bahkan banyak keputusan
politikyang tidak dirumuskan berdasarkan kebutuhan sendiri, tetapi berdasarkan aspirasi
para konsultan yang kebetulan juga asing yang tentu tidak mengerti budaya dan
aspirasi masyarakat di sini.
Dengan cara padang seperti itu maka Pancasila tidak lagi menjadi
dasarberpolitik dan bernegara kita lihat dalam pelaksanaan demokrasi kita.
Melihatpenyimpangan itu maka Tanpa harus mengurangi kualitas demokrasi, dengantegas
NU mengusulkan agar pemilihan kepala daerah langsung itu dihapuskan,karena hal
itu tidak hanya mengakibatkan politik berbiaya tinggi, tetapi jugamemancing
terjadinya disitegrasi sosial.
Lebih penting lagi langkah
itu jelasmelanggar dasar negara sebagaimana termaktub dalam Pancasila.Pancasila
dalam pasal tiga menyebutkan bahwa sistem demokrasi kita bukandemokrasi
langsung melainkan demokrasi perwakilan, sebagaimana dikatakan
“Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmad dalam kebijakan permusyawaratan danperwakilan”.
Dalam demokrasi Pancasila
ini pimpinan eksekutif sejak mulaipresiden hingga bupati dipilah oleh para
wakil rakyat, yang sudah dipilih secara demokratis oleh rakyat.Dalam politik
kebangsaan dan kenegaraan NU akan selalu iut terlibat, karena ini bukan soal
perebutan kekuasaan, melainkan untuk menyelamatkan bangsa
dan
negara, inilah yang disebut dengan politik kebanagsaan.
Apalagi
ketikapartai politik yang ada cenderung hanya untuk mengejar kekuasaan, tanpa memedulikan
keutuhan bangsa dan keselamatan negara, apalagi soal harkat bangsa dan
kebesaran bangsa. Maka NU lah yang mesti bertanggung jawabmengambil sikap
politik kebangsaan ini.
Tidak mungkin bisa menciptakan kesejahteraansosial di tengah
sistem politikke negaraan yang kapitalistik ini, sebab sistem ini bersifat
liberal yang lebihmengutamakan persaingan ketimbang kerjasama.
Rasa persaudaraan dankekeluargaan disirnakan dari sistem ini,
sementara sistem itulah yang akanmampu membawa kesejahteraan sosial secara
merata.
Karena itu sistem politikketatanegaraan
yang telah melanggar asas negara sendiri ini harus diluruskandikembalikan pada
khittahnya yaitu pancasila dan UUD 1945, karena hanyasistem ini yang mampu
menciptakan kesejahteraan sosial dan menjaga keluhuran bangsa.
Sejauh pelanggaran terhadap dasar negara ini maka tidak mungkin
negeri ini utuh, aman dan maju. Kita busa melihat kenyataan sejarah ketika UUD
1945 diubah secara misterius dengan diterapkannya demokrasi liberal setelah keluarnya
Maklumat X. Negeri ini terjebak dalam pertikaian antar kelompok dan golongan
serta ideologi. Lalu ada usaha mengembalikan lagi ke UUD 1945, tetapi sekarang
dikembalikan lagi pada sistem liberal seperti tahun 1950-an.
Hal itu menyebabkan krisis terus berlangsung tanpa penyelesaian,
konflik antar kelompok diperparah dengan korupsi yang tak pernah teratasi.
Bahkan Isu korupsi sebagai cara untuk menyingkirkan lawannya. Semantara korupsi
terus dipertahankan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Tugas besar menyelamatkan bangsa dari pertikaian dan menyelamatkan
Negara dari perpecahan serta menyelamatkan asset negara agar tidak terus
dikorup para aparatnya, maka NU menghendaki adanya perubahan sistem politik ketatanegaraan
yang ada.
Sistem politik harus
dikembalikan pada asas Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, semua peraturan
dann Undangundang yang bertentangan dengan dua landasan itu harus digugurkan
demi
untuk
menjaga keamanan negara dan martabat bangsa.
Dengan alasan social dan bangsa itulah NU
mengambil sikap politik yang tegas, yang tidak mungkin diambil oleh partai atau
ormas yang lain.
Pasal-pasal yang bersifat kerakyatan dan kebangsaan banyak
berusaha dimodulir dan diamendir sehingga yang tersisa berhasil dipertahankan
hanya pasal 33. Itu pun kalau kita lengah juga akan dihapus karena pasal yang melindungi
kepentingan bangsa dan rakyat itu dianggap mengganggu perputaran kapital.
Kewajiban kita untuk menyelematkan rakyat dan Negara melalui penetapan
pasal-pasal dalam seluruh batang tubuh UUD 1945 serta Pancasila sebagai
dasarnya.
RUMUSAN
– RUMUSAN PANCASILA
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia
telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan
dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR
No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri
Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang
perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia.
Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara
Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang
akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan
pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan
kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu
"perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu
dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan
rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa
rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu
dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara
berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden
5 Juli 1959),
Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
Rumusan Pidato
Baik
dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1.
Peri
Kebangsaan
2.
Peri
Kemanusiaan
3.
Peri
ke-Tuhanan
4.
Peri
Kerakyatan
5.
Kesejahteraan
Rakyat
Rumusan Tertulis
Selain
usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan
dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin
berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan
secara lisan, yaitu :
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3.
Rasa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Melaksanakan
Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional
Baik disadari atau tidak, dan baik
diakui atau tidak, bersamaan dengan demikian banyak perbaikan yang dibawa oleh
gerakan Reformasi Nasional sejak tahun 1998, juga muncul berbagai kemunduran
dalam berbagai bidang, yang dapat menyebabkan kita bertanya-tanya kepada diri
kita sendiri, hendak kemanakah Republik ini hendak dibawa? Beberapa contoh
kemajuan dan kemunduran dapat disebutkan sebagai berikut. Mari kita mulai
dengan kemajuan bahkan kemajuan besar yang telah dibawa oleh gerakan Reformasi
Nasional. Seperti juga halnya Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak
kelemahan Orde Lama, gerakan Reformasi Nasional telah mengoreksi demikian
banyak kelemahan Orde Baru, terutama dalam penghormatan dan perlindungan
terhadap hak sipil dan politik. Secara umum Republik Indonesia pasca 1998
terkesan memang lebih terbuka dan lebih demokratis. Hak untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan telah terwujud hampir secara penuh. Pers dan
media massa Indonesia termasuk pers dan media massa yang paling bebas di Asia
Tenggara. Partai politik boleh didirikan kapan saja dan seberapa pun banyaknya.
Pemberontakan bersenjata di daerah Aceh telah diakhiri dan suatu pemerintahan
daerah yang dipilih langsung oleh rakyat Aceh terbentuk, walaupun dengan
bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden Finlandia. Rangkaian pemilihan
umum telah berlangsung secara langsung, umum, bersih, jujur, dan adil seperti
sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah dikembalikan pada missi dan fungsi
pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada lagi fraksi TNI dan Polri di
lembaga-lembaga legislatif. Namun, di luar atau di samping kemajuan besar dalam
penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak sipil dan politik tersebut juga
terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan terutama dalam penghormatan,
perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta budaya rakyat Indonesia.
Secara umum, Indonesia terasa masih
belum mampu keluar dari suasana krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997,
satu dasawarsa yang lalu. Jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan masih tetap
tinggi. Fasilitas pendidikan serta pelayanan kesehatan yang pernah demikian
baik dan murah dilakukan melalui rangkaian sekolah-sekolah SD inpres dan
puskesmas terkesan amat merosot. Lumayan banyak pengusaha asing yang sudah
menanam modalnya di Indonesia kemudian memindahkan lokasi investasinya ke
negara-negara tetangga yang dipandang kondisinya lebih kondusif. Korupsi, yang
bersama dengan kolusi dan nepotisme dipandang merupakan salah satu dosa yang
diwariskan Orde Baru, bukannya berkurang, tapi malah meningkat, terutama di
tingkat daerah. Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota, dan para anggota
dewan perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi hukuman,
yang hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak dengan dalih
sakit juga mampu tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak bersalah,
yang kadang kala bahkan dengan penuh senyum.
Dalam kehidupan politik, terlihat kesan
kuat bahwa telah timbul apa yang pernah disebut dan dikhawatirkan oleh Dr
Mohammad Hatta sebagai suatu ultra demokrasi. Walaupun lembaga legislatif serta
lembaga eksekutif telah dipilih secara demokratis, namun demonstrasi ke
jalan-jalan bukan saja tidak berhenti, tetapi sudah menjadi suatu hal yang
terjadi secara rutin. Tiada hari tanpa demonstrasi. Partai-partai politik yang
seyogyanya berfungsi sebagai lembaga demokrasi yang mengagregasi serta
mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat serta sebagai wahana untuk
seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik dengan dirinya sendiri dan telah
mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat. Pemekaran daerah-daerah otonom yang
berlanjut secara terus-menerus serta penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang
luas ke daerah tingkat dua terkesan hanya menimbulkan pembengkakan lembaga,
penambahan jumlah pejabat serta dukungan fasilitasnya, serta peningkatan
anggaran pengeluaran tanpa makna yang signifikan bagi peningkatan taraf hidup
rakyat. Di antara para pejabat negara yang baru ini tidak terhitung banyaknya
yang berusaha menduduki jabatannya dengan cara memalsu ijazah dan membeli suara
dengan satu dan lain cara.Kekuatan TNI terutama di laut dan di udara sedemikian
lemahnya, sehingga bukan saja dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy
yang pernah terbang tanpa izin melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia,
tetapi juga oleh kapalkapalperang kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat
yang dipersengketakan. Selain itu, jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi
maraknya illegal logging dan illegal fishing yang terjadi hampir di seluruh
pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemberian izin
hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha yang bagaikan tanpa batas nota juga
tanpa pengawasan yang efektif bukan saja secara praktis telah mencaplok
demikian luas hak l masyarakat adat tanpa ganti rugi satu senpun, tetapi juga
telah mengakibatkan penggundulan hutan, yang berakibat terjadinya bencana alam
secara beruntun berupa banjir dan tanah longsor. Dalam menangani rangkaian
bencana alam ini, dengan tetap menghargai kerja keras pemerintah selama ini,
namun sukar dihindari kesan bahwa penanggulangannya lebih banyak dilakukan
secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya DPR RI mengesahkan suatu Undang-undang
tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur masalah ini secara lebih
komprehensif. Sekedar untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja
tahunan, tanpa berpikir panjang Pemerintah telah menjual kepada pihak asing
badan-badan usaha milik negara yang sangat menguntungkan, seperti Indosat dan
PT Semen Gresik, Kemunduran yang terasa paling mendasar selama era Reformasi
Nasional adalah merosotnya peran Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam arti
bahwa secara substantif hampir tidak ada kaitan lagi antara sistem nilai yang
terkandung dalam Pancasila dengan norma-norma hukum nasional serta kebijakan
pemerintahan yang seyogyanya menindaklanjutinya. Sudah barang tentu, frasa
Pancasila secara formal hampir selalu disebut sebagai rujukan dalam
dokumen-dokumen negara. Namun terlihat jelas bahwa Pancasila yang secara formal
dijadikan rujukan tersebut sekarang terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna,
tanpa substansi, dan praktis tanpa manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila
telah diredusir dari posisi semula sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai
suatu kontrak politik di antara para Pendiri Negara menjadi sekedar semacam
mantra sekuler dalam ritual kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam posisi
yang telah diredusir ini, hampir keseluruhan kebijakan nasional baik yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam demikian banyak
keputusan pemerintahan yang diambil sejak tahun 1998 terasa demikian
dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis berjangka pendek, tanpa
idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan tidak jarang juga tanpa moral.
Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila sebagai Dasar Negara ini secara
historis dan secara yuridis konstitusional dapat dipandang sebagai ancaman
paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara seperti
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan alasan pembentukan
(raison) dan landasan legitimasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ringkasnya, tanpa Pancasila tidak akan ada Republik Indonesia.
Namun,
juga harus diakui bahwa tidaklah mudah menjabarkan serta menindaklanjuti
Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang menyebabkan
kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini elaborasi
tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu yaitu ke tataran
filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan sukar
dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta
kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu.
Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan
kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut
secara fungsional ke arah yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang sederhana ke arah
pengembangan suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila sebagai
Dasar Negara, dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra
sekuler dalam ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat
ditindaklanjuti ke dalam kebijaka nasional oleh dan dalam sistem nasional
Indonesia
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas Pancasila adalah suatu landasan yang terdiri dari lima sila
(pancasila) ,yang mengundung nilai-nilai luhur kebudayaan yang tertanam dalam
darah daging perjuangan kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan pendapat
Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti
secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu
sendi, dasar, atau Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Pancasila
sekaligus di asuh sebagai landasan Negara dengan kandungan nilai-nilai kesutuan
dan kebunekaragamanya.
Maka
pancasila merupakan suatu gagasan pegangan yang menjadi patokan dalam
menjalankan amanah dan fungsi keNegaraan, keBangsaan, keMasyarakat.
Sumber : Abdul Mun’im (Direktur NU Online, Wakil Sekjen PBNU)….